Minggu, 30 Oktober 2011

Karena Dosanya Sedikit, Maka...........

Benarlah adanya. Yah benarlah adanya orang yang mengatakan bahwa hati itu ibarat selembar kertas yang putih bersih pada muasalnya. Setitik hitam engkau teteskan di atasnya, akan nampaklah titik hitam itu. Teruslah meneteskan titik hitam di atasnya. Dua tetes, tiga tetes, empat tetes dan tetes selanjutnya. Lihatlah baik-baik! Pada mulanya. Titik-titik hitam itu masih terbedakan pada kertas itu. Tapi kini, ketika kertas putih menjelma menjadi kertas hitam, sebanyak apapun tetes-tetes hitam yang engkau letakkan di atasnya, engkau takkan sanggup lagi membedakannya…..

Sedemikian itulah persisnya hati kita. Tamsil itu sekaligus menjawab pertanyaan kita tentang betapa sulitnya kembali kepada Allah saat kaki telah begitu jauh terperosok dalam “titik-titik hitam” itu. Benar, karena semakin titik-titik hitam itu menggumpal dan merata membungkus hati, kita akan kehilangan daya pembeda dan kepekaan. Persentuhan dengan “titik-titik hitam” itu membuat kita tak lagi peka terhadap kedurhakaan kepada Allah Swt. Bahkan seringkali kita sampai pada sebuah titik di mana neraca timbangan kita terbalik. Saat itu, yang halal menjadi haram dan yang haram menjadi halal. Duhai Allah, kami sungguh berlindung padamu dari itu semua……………..
Amiiiin ya Rabbb….
Sebuah kisah yang mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi kita untuk menyadari dan menjadi penggugah jiwa semoga dapat dengan mudah instrospeksi diri terhadap kondisi hati kita masing-masing.
Kisah tentang seorang imam yang bernama Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah.
Murid-muridnya seringkali dibuat takjub olehnya. Saat ia menyampaikan ilmunya lalu menemukan kesulitan saat menjelaskan suatu masalah, ia segera mengatakan kepada murid-muridnya yang hadir di Majelis itu, “ini pasti karena suatu dosa yang telah aku perbuat!.
Subhanallah… pantaslah jika namanya terus harum hingga zaman ini… dan tidak itu saja, murid-muridnya mengisahkan bahwa setiap kali peristiwa seperti itu terjadi, sang imam terus saja beristigfar. Terkadang ia bahkan langsung berdiri lalu mengambil air wudhu dan mengerjakan shalat dua rakaat. Ia bertaubat sejadi-jadinya kepada Allah Swt.
Jika setelah itu semua, ia kemudian seperti mendapat kemudahan untuk memahami dan melanjutkan kuliah-kuliahnya, lalu ia segera berkomentar, “mudah-mudahan ini pertanda bahwa taubatku telah diterima”.
Ketika kisah ini sampai ke telinga Al-Fudhail bin Iyadh – seorang alim dan juga ahli ibadah yang tersohor kala itu -, tahukah engkau apakah yang dilakukan dan dikatakannya?? Ia menangis sejadi-jadinya. Ia tak kuasa menahan tangisnya. Sungguh….. Kisah itu langsung menghujam hatinya.. dengarkan apa yang dikatakannya: “karena dosanya begitu sedikit, maka ia bisa menyadari hal itu semua. Adapun selainnya, karena dosa mereka sudah sedemikian banyaknya, hingga mereka tidak lagi dapat merasakan dosa-dosa itu….”
Jika Al-Fudhail mengatakan seperti itu, lalu apa yang akan engkau katakan tentang diriku dan dirimu sendiri??? Katakanlah diam-diam, ketika malam semakin kelam… sampaikan sendiri kata-kata itu pada penguasa alam semesta ini. Semoga Dia (Allah) mengampunimu dengan sesungguhnya…….

Sumber : Tangannya telah berada di surga (M. Ihsan Zainuddin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar