Jumat, 25 November 2011

Hanya Satu Nyawa

Generasi Salaf adalah generasi yang luar biasa. Dunia ini tak akan pernah lagi merasakan dan menyaksikan sebuah generasi seperti itu. Hanya sekali saja. Benar, hanya sekali saja ia ditakdirkan menjadi panggung kehidupan sekaligus saksi sejarah untuk sebuah generasi bernama al-Salaf al-Shaleh itu. Sebagaimana ungkapan para ulama, generasi ini dengan manhaj yang menjadi jalan serta pegangan hidupnya telah menyatukan 3 sifat yang tak mungkin terpisahkan satu dengan lainnya. Manhaj Salaf itu a’lam, ahkam dan aslam.

Manhaj Salaf itu a’lam atau paling sesuai dan penuh dengan ilmu, karena seluruh ilmu Islam berasal dari mata air Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengalir melalui anak-anak sungai para Salaf. Jangan pernah mengatakan engkau lebih tahu dari mereka tentang agama ini.

Manhaj Salaf itu ahkam atau paling penuh hikmah, karena hikmah hanya akan lahir dan mengalir dari mata air ilmu yang shahih. Hikmah yang sesungguhnya adalah hikmah yang mengalir dari al-Qur’an dan al-Sunnah.

Manhaj Salaf itu aslam atau paling menyelamatkan, karena mungkinkah seorang selamat di dunia dan akhirat jika ia tidak meniti jalan kebenaran? Dan mungkinkah kita meniti jalan kebenaran jika kita tidak menapaki jejak generasi Salaf?

Itu tadi hanya pengantar. Hanya sekedar mengingatkan. Dan sekedar memberikan alas an kenapa saya tak henti-hentinya mengagumi Generasi Salaf dan manhaj mereka. Dalam tulisan singkat ini, saya ingin mengajak Anda untuk merenungkan kisah seorang ulama salaf yang bernama ‘Abdullah ibn Mutharrif rahimahullah. Kisahnya sangat luar biasa. Kisahnya menunjukkan kepada kita bahwa jika hatimu dipenuhi oleh cahaya al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka jawaban-jawabanmu adalah cahaya!

Suatu ketika, dua orang Khawarij datang menemui ‘Abdullah ibn Mutharrif. Mereka tentu saja membawa misi sangat penting. Mereka ingin mengajak ‘Abdullah untuk “hijrah” mengikuti jalan mereka, Kaum Khawarij. Tidak banyak diskusi. Bahkan nyaris tidak ada debat di majlis itu. ‘Abdullah ibn Mutharrif rahimahullah hanya mengatakan kepada mereka-dan renungkanlah kata-kata penuh cahaya ini-:

“Wahai saudara! Seandainya aku memiliki 2 nyawa, maka akan aku izinkan salah satu dari kedua nyawaku itu untuk mengikuti jalan kalian. Jika ternyata jalan kalian adalah jalan yang benar, maka aku akan mengikutkan satu nyawaku lagi dengan kalian. Namun jika ternyata jalan kalian adalah sesat, maka setidaknya aku masih memiliki satu nyawa dan biarlah nyawaku yang pertama itu binasa dan sesat bersama kalian…Tetapi sayang sekali, aku hanya memiliki satu nyawa, dan aku tak mungkin mempertaruhkan nyawa yang hanya satu-satunya ini!”

Dan 2 pria Khawarij itu tak punya kata-kata lagi untuk ‘Abdullah ibn Mutharrif rahimahullah. Mereka pun pergi.

Sahabat…

Bukankah itu adalah kata-kata yang luar biasa?! Dan betapa kita sungguh-sungguh membutuhkan jawaban seperti ini dalam setiap episode dan kisah hidup kita…

Jika suatu ketika, sebuah syubhat pemikiran tiba-tiba saja hinggap di hati kita, mengajak bahkan menarik-narik kita untuk meninggalkan jalan ini, jalan al-Salaf al-Shaleh, maka katakanlah kepada pembawa syubhat itu: “Sayang sekali, aku hanya mempunyai satu nyawa! Tak akan kubiarkan satu-satunya nyawaku ini larut dalam tamasya pemikiranmu yang tak berujung pangkal itu!”

Jika suatu ketika, sebuah bisikan syahwat tiba-tiba menggoda dan mengelus-elus benteng keshalehan kita, maka katakanlah kepada bisikan keji itu: “Maaf-maaf saja…aku hanya mempunyai satu nyawa! Tidak ada yang lain. Maka silahkan kau pergi dan jangan mengelus-elusku lagi!”

Jika suatu ketika, jiwa ini tergoda untuk malas dan meninggalkan jalan dakwah, jalan tarbiyah, dan jalan keshalehan, maka ingatlah jiwa ini: “Duhai jiwaku…nyawaku hanya satu. Bantulah aku untuk tetap semangat menapaki tangga-tangga penghambaan ini, hingga kelak kita menikmati rehat yang sesungguhnya di dalam Jannah.”

Subhanallah, betapa jawaban ‘Abdullah ibn Mutharrif itu dapat menjadi inspirasi luar biasa untuk kita dalam menerabas semua kesia-siaan hidup. Ya, karena memang hanya ada satu nyawa. Tidak dua. Tidak pula seribu. Hanya satu nyawa.

Sumber : Abul Miqdad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar